Komisi
Perlindungan Anak/Komisi VIII DPR RI menyesalkan terjadinya tawuran
antar pelajar yang terjadi Senin(24/9), kemarin. Apalagi aksi tawuran
yang melibatkan antara pelajar SMAN 70 dan SMAN 6 mengakibatkan satu
orang pelajar tewas dan dua orang terluka. Aksi ini juga sangat
disesalkan karena berdekatan dengan Markas Besar (Mabes) Polri dan
Kejaksaan Agung yang justru banyak aparat keamanannya.
“Saya sangat menyesalkan aksi tawuran antar pelajar SMAN 70 dan SMAN 6. Hal ini terus berulang dan terus memakan korban anak-anak kita yang tidak bersalah. Apalagi lokasi kejadian dekat dengan Mabes Polri, Kejagung dan kantor-kantor yang dijaga aparat keamanan,” ujar Jazuli Juwaini, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak DPR RI, Selasa (25/9), di Gedung MPR/DPR RI.
Menurut catatan Jazuli, sepanjang tahun 2012 ini sudah hampir 20-an kasus tawuran pelajar terjadi di Jabodetabek. Sebelumnya di Depok juga terjadi tawuran antar siswa SMK yang juga menewaskan satu orang siswa. “Sampai kapan kita biarkan anak-anak kita berlaku anarkis dan korban terus berjatuhan. Orang tua mereka punya harapan besar ketika menyekolahkan anaknya agar menjadi anak yang sholeh, berbakti kepada orang tua, masyarakat dan negaranya. Anak-anak Indonesia harus diselamatkan dari aksi kekerasan dan anarkis,” harap Jazuli.
Jazuli Juwaini yang juga Ketua DPP PKS menilai perilaku negatif dari siswa-siswa tersebut tanggung jawab seluruh pihak, bukan hanya pihak sekolah semata. Semua lapisan masyarakat dan pemerintah harus ikut membantu menyelesaikan masalah ini. Jazuli mengusulkan agar para pelajar yang terlibat tawuran dihukum sesuai dengan aturan dan dibina secara intensif.
“Memang para pelajar merupakan anak didik sekolah. Kalau mereka bersalah harus dihukum bahkan dikeluarkan dari sekolah jika sudah melampaui batas. Namun demikian, para pelajar juga harus ditindak tegas secara hukum dan dibina secara instensif jika sudah berbuat anarkis di lingkungan masyarakat,” pintanya.
Tawuran yang dilakukan oleh para pelajar, menurut Jazuli, sudah mengarah kepada kriminalitas, bukan lagi kenakalan remaja biasa. Senjata yang dipergunakan memang sudah dipersiapkan dan penyerangan yang dilakukan juga dengan perencanaan yang matang. Untuk itu, pihak sekolah dituntut untuk membuat kegiatan ekstrakurikuler yang kreatif dan pembinaan akhlak semisal Kerohanian Islam (Rohis) di sekolah.
“Seharusnya Rohis sekolah diberikan apresiasi karena ikut serta membantu pemerintah dalam rangka membangun karakter positif generasi muda. Bukannya justru diberitakan negatif. Selama ini sepertinya tidak ada anak-anak Rohis yang ikut tawuran. Oleh karena itu, kegiatan positif seperti Rohis Sekolah ini perlu didukung dan difasilitasi,” pungkas Jazuli.
“Saya sangat menyesalkan aksi tawuran antar pelajar SMAN 70 dan SMAN 6. Hal ini terus berulang dan terus memakan korban anak-anak kita yang tidak bersalah. Apalagi lokasi kejadian dekat dengan Mabes Polri, Kejagung dan kantor-kantor yang dijaga aparat keamanan,” ujar Jazuli Juwaini, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak DPR RI, Selasa (25/9), di Gedung MPR/DPR RI.
Menurut catatan Jazuli, sepanjang tahun 2012 ini sudah hampir 20-an kasus tawuran pelajar terjadi di Jabodetabek. Sebelumnya di Depok juga terjadi tawuran antar siswa SMK yang juga menewaskan satu orang siswa. “Sampai kapan kita biarkan anak-anak kita berlaku anarkis dan korban terus berjatuhan. Orang tua mereka punya harapan besar ketika menyekolahkan anaknya agar menjadi anak yang sholeh, berbakti kepada orang tua, masyarakat dan negaranya. Anak-anak Indonesia harus diselamatkan dari aksi kekerasan dan anarkis,” harap Jazuli.
Jazuli Juwaini yang juga Ketua DPP PKS menilai perilaku negatif dari siswa-siswa tersebut tanggung jawab seluruh pihak, bukan hanya pihak sekolah semata. Semua lapisan masyarakat dan pemerintah harus ikut membantu menyelesaikan masalah ini. Jazuli mengusulkan agar para pelajar yang terlibat tawuran dihukum sesuai dengan aturan dan dibina secara intensif.
“Memang para pelajar merupakan anak didik sekolah. Kalau mereka bersalah harus dihukum bahkan dikeluarkan dari sekolah jika sudah melampaui batas. Namun demikian, para pelajar juga harus ditindak tegas secara hukum dan dibina secara instensif jika sudah berbuat anarkis di lingkungan masyarakat,” pintanya.
Tawuran yang dilakukan oleh para pelajar, menurut Jazuli, sudah mengarah kepada kriminalitas, bukan lagi kenakalan remaja biasa. Senjata yang dipergunakan memang sudah dipersiapkan dan penyerangan yang dilakukan juga dengan perencanaan yang matang. Untuk itu, pihak sekolah dituntut untuk membuat kegiatan ekstrakurikuler yang kreatif dan pembinaan akhlak semisal Kerohanian Islam (Rohis) di sekolah.
“Seharusnya Rohis sekolah diberikan apresiasi karena ikut serta membantu pemerintah dalam rangka membangun karakter positif generasi muda. Bukannya justru diberitakan negatif. Selama ini sepertinya tidak ada anak-anak Rohis yang ikut tawuran. Oleh karena itu, kegiatan positif seperti Rohis Sekolah ini perlu didukung dan difasilitasi,” pungkas Jazuli.
Posting Komentar