Terkadang kita terjebak pada keangkuhan intelektual kita dalam
menyampaikan dakwah ini. Seolah-olah obyek dakwah yang kita dakwahi akan
terpesona dan mengikuti dakwah ini berdasar ribuan argumentasi yg kita
kemukakan. Padahal sejatinya dakwah ini adalah menyentuh hati, karena
di hati inilah nanti hidayah Allah akan dicurahkan sehingga dia akan
turut serta bersama lingkaran dakwah ini. Oleh sebab itu Allah
me”ralat” do’a nabi Ibrahim dalam surat Al Baqarah yg mengedepankan
tu’alimunal kitab dari pada tuzakkihim, Allah meluruskan dalam surat
Al-Jumu’ah dengan terlebih dahulu mengedepankan Tuzakkihim baru
tu’alimunal kitab. Dari sini kita bisa ambil hikmahnya betapa sentuhan
hati itu lebih utama dari pada transfer pengetahuan, sebab kalo hati
masih tertutup maka pengetahuan dan argumentasi sehebat apapun jadi
nihil atau bahkan jadi bumerang yg membuat mereka semakin jauh.
Alih-alih dia ingin dekat dengan kita malah dia semakin jauh karena sikap kita.
Ikhwani fillah, kadang yang terlihat secara kasat mata, dia
berseberangan secara pemikiran bahkan ideologi dengan kita, namun
dengan mata hati kita bisa melihat betapa dekatnya kita dengan obyek
dakwah kita. Tak ada bahasa apapun di dunia ini yang bisa mengalahkan
bahasa kasih sayang dan cinta kasih. Hati mana yg tidak luluh oleh
ketulusan cinta dan kasih sayang yg kita
siramkan di hati obyek dakwah kita setiap hari. Meskipun awalnya dia
begitu membenci dan memusuhi kita, tidak mustahil batu yg begitu keras
akan lunak juga oleh tetesan air setiap hari. Mungkin masih segar di
ingatan kita tentang sirah Rasul yg dengan bahasa kasihnya menyebabkan
seorang kafir Quraisy yg tiap hari melempari kotoran ke tubuh beliau
akhirnya masuk Islam, hanya karena rasulullah menjenguk dia tatkala
sakit. Itulah bahasa kasih, yg tak perlu logika dan argumentasi, yg tak
butuh ribuan dalil dan ratusan hujjah.
Demikianlah kekuatan hati,
kekuatan yg bisa menembus relung yg tak bisa dijangkau kekuatan manapun
di dunia ini dengan izin Allah SWT.
Asy-Syahid Sayyid Qutb telah menunjukkan bukti tentang kekuatan ini,
sebelum beliau syahid di tiang gantungan, beliau sempatkan berdakwah lewat hati dengan
sebuah senyuman pada sang Jagal. Yang akhirnya sang Jagal menerima
dakwah ini hanya karena begitu sulit melupakan senyuman manis dari sang
Syahid Sayyid Qutb. Senyuman yg berasal dari hati yg paling dalam yg
berhulu pada mata air cinta kasih kepada
sesama insan yang ditaburi oleh nur Ilahi sehingga akhirnya mampu
bermuara pada hati yg kering dan tandus yg butuh air kasih dan hujan
nur Ilahi.
Ikhwani fillah, masing-masing kita punya hati, yg dibekali Allah
untuk menemukan hati-hati lain yang menunggu siraman kasih dan curahan
cinta Ilahi dari hati kita. Maka marilah kita berikan hati kita untuk
kita curahkan cinta kita, perhatian kita,
kasih sayang kita pada mereka obyek dakwah kita, sehingga kita seperti
gambaran Allah dalam surat Ibrahim ayat 14:
” …Seperti pohon yg akarnya menghujam ke bumi dan cabangnya menjulang ke langit, yang memberi buah bagi orang yg lewat disekitarnya, dan menyenangkan bagi orang yg memandang dan berteduh dibawahnya……”
” …Seperti pohon yg akarnya menghujam ke bumi dan cabangnya menjulang ke langit, yang memberi buah bagi orang yg lewat disekitarnya, dan menyenangkan bagi orang yg memandang dan berteduh dibawahnya……”
Source :salahsatu blog penulis Hadhi MA
Posting Komentar